IMPLIKASI KENAIKAN
BBM TERHADAP PASAR
Anton H. Gunawan, kepala ekonom Bank Danamon
mengatakan, masih ada kemungkinan untuk menaikkan harga BBM tahun ini. Adapun
waktu paling awal yang mungkin untuk menaikkan harga BBM, jika harga minyak
dunia terus melayang pada tingkat saat ini, adalah pada Juli 2012.
“Itu tentu saja dengan ketentuan bahwa Presiden SBY
memiliki keberanian untuk melakukannya, mengingat demonstrasi besar-besaran
dari tenaga kerja dan mahasiswa,”ujarnya.
Enam bulan lalu rata-rata ICP (11 Oktober-12 Maret)
hanya US $ 116.5/barrel, sementara untuk dapat menaikkan harga BBM, pemerintah
perlu melihat ICP rata-rata 6 bulan melampaui US$ 120.75 per barel.
Namun, ada juga risiko bahwa hak bersyarat bagi
pemerintah untuk langsung mengubah harga BBM (BBM) bersubsidi, akan dibatalkan
oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini dengan dasar bahwa pasal 7 ayat 6a dari
anggaran yang baru direvisi, bertentangan pasal 28 ayat 2 dari Konstitusi,
bahwa semua sumber daya alam harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan
rakyat.
Menurut Anton, jika pemerintah akan menaikkan harga
BBM pada kuartal tiga 2012, tidak ada dampak yang signifikan untuk prediksi
inflasi akhir tahun, yaitu masih di 7,29% yoy. Ini mengingat asumsi fiskal
inflasi berada di 6,8% yoy.
Namun, jika pemerintah tidak dapat atau tidak
berani menaikkan harga BBM tahun ini, laju inflasi 2012 akan jauh lebih rendah,
yaitu sekitar 5% yoy. “Angka ini sudah termasuk ekspektasi kenaikan inflasi
karena ketidakpastian seputar kenaikan harga BBM,”paparnya.
Dengan inflasi masih belum pasti, Bank Indonesia
hanya dapat menjaga kebijakan suku bunga acuan di 5,75%, dan memilih untuk
melakukan manajemen likuiditas. Kenaikan giro wajib minimum perbankan (rasio
GWM) adalah opsi terbaik untuk mengendalikan inflasi, meskipun bukan secara
umum rasio GWM naik, namun kenaikan rasio GWM selektif, terkait penempatan bank
di BI.
Sementara itu, keputusan parlemen untuk menunda
kenaikan harga BBM, dinilai bisa merugikan Indonesia dari kenaikan rating
investasi oleh S & P. Meskipun jika pemerintah mampu muncul dengan
kebijakan yang bisa dipercaya dan meyakinkan dalam mengantisipasi dampak ‘harga
BBM tidak naik’, ada kemungkinan S & P memberikan rating investment grade
ke Indonesia pada akhir April 2012.
“Adapun jika pemerintah bisa menaikkan harga BBM,
anggaran pemerintah akan tetap di jalur (seperti dalam APBN-P 2012 anggaran
revisi), dan penerbitan obligasi tambahan yang disetujui adalah Rp 25
triliun,”tuturnya.
Di sisi lain, jika pemerintah tidak dapat menaikkan
harga BBM, ada kebutuhan untuk menambah dana melalui penerbitan obligasi
(jumlahnya tergantung pada seberapa dalam program pemangkasan belanja), di
tengah pembatalan program kompensasi sosial dan penurunan dalam kenaikan
belanja infrastruktur.
Perkiraan kasar atas pembiayaan obligasi tambahan
yang diperlukan (di atas 25 Rp triliun) adalah sekitar Rp25 - 30 triliun. Opsi
ini kemungkinan akan menekan harga obligasi rupiah lebih lanjut, dengan
obligasi 10 tahun turun 100bps atau lebih.
Dengan kemungkinan kenaikan harga BBM pada kuartal
tiga 2012, serta ekspektasi inflasi mencapai 7,29% pada akhir tahun, beberapa
investor obligasi asing akan terus keluar.
“Jadi kita harus hati-hati untuk peningkatan tajam
pada yield obligasi beberapa bulan ke depan, meskipun BI masih mungkin di pasar
untuk mendukung pasar obligasi,”katanya.
Lebih lanjut dikatakan bahwa, tekanan di pasar
obligasi juga dapat diterjemahkan adanya tekanan pada rupiah / dolar AS. Dalam
jangka dekat, rupiah mungkin akan tertekan terhadap ke 9.300 terhadap dolar AS,
terutama jika beberapa investor obligasi besar keluar.
Namun, mungkin rupiah akan menguat lagi menjelang
akhir tahun. “Saat ini kami masih mempertahankan perkiraan akhir tahun kami di
8.950, dengan beberapa risiko terbalik menuju 9.100,”tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar