BAB I
PENDAHULUAN
Dinamika kehidupan masyarakat dewasa
ini, telah melahirkan pola pemikiran baru yang turut berkembang seiring dengan
kemajuan zaman. Ketika mekanisme pembayaran dituntut untuk selalu mengakomodir
setiap kebutuhan masyarakat dalam hal perpindahan dana secara cepat, aman dan
efisien, maka inovasi-inovasi teknologi pembayaran semakin bermunculan dengan
sangat pesat. Memberikan jawaban dengan berbagai fasilitas kemudahan
dan semakin tiada batas.
Bank Indonesia dituntut untuk selalu
memastikan bahwa setiap perkembangan sistem pembayaran harus selalu berada pada
koridor ketentuan yang berlaku. Hal ini tentu saja demi kelancaran dan keamanan
jalannya kegiatan sistem pembayaran. Berkaca pada kondisi tersebut,
dan patut diingat bahwa perkembangan sistem pembayaran tidak pernah
terpisahkan dengan inovasi-inovasi infrastruktur teknologi, maka perkembangan
sistem pembayaran di Indonesia saat ini mengarah pada upaya penguatan
infrastruktur dan pengembangan sistem dengan bertopang pada kemajuan teknologi
informasi.
Industri pembayaran baik yang
melibatkan bank maupun lembaga selain bank berlomba-lomba melakukan
pengembangan sistem pembayarannya. Bahkan saat ini peranan lembaga selain bank
(LSB) di dalam penyelenggaraan sistem pembayaran semakin nyata dengan semakin
banyaknya LSB yang melakukan kerjasama dengan perbankan baik
sebagai penyedia jaringan dan tidak menutup kemungkinan sebagai penerbit
dari instrumen-instrumen pembayaran tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Dan Pengedaran Uang di Indonesia
Pertumbuhan
ekonomi tahun 2010 memberikan dampak terhadap peningkatan kegiatan perekonomian
Indonesia selama tahun tersebut. Kegiatan ekonomi yang paling dominan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi swasta domestik, meskipun
kegiatan investasi dan perdagangan internasional (net ekspor) juga memberikan
pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut. Kegiatan ekonomi
selama tahun 2010 tentunya sangat berpengaruh pada aktivitas sistem pembayaran.
Nilai transaksi transfer dana yang melalui sistem pembayaran selama periode
laporan meningkat dibanding tahun sebelumnya. Untuk nilai transaksi pembayaran
selama tahun 2010 mencapai 58,05 ribu triliun atau meningkat 27,8% dibandingkan
tahun 2009. Sementara itu volume transaksi pembayaran mencapai 2,14 miliar
transaksi atau meningkat 15,46%.
Untuk
mendukung lancarnya aktivitas pembayaran, inovasi-inovasi baru dalam sistem
pembayaran banyak tercipta sebagai dampak positif dari perkembangan
teknologi informasi. Hal ini tentunya bertujuan untuk memberikan kemudahan dan
kenyamanan bagi masyarakat pengguna. Namun demikian, diperlukan suatu kebijakan
dari Bank Indonesia untuk selalu menjaga dan meningkatkan keamanan dan
efisiensi dalam penyelenggaraan sistem pembayaran dengan tetap memperhatikan
pemenuhan aspek perlindungan konsumen. Penguatan dari sisi infrastruktur
menjadi fokus utama dalam pengembangan sistem pembayaran di tahun 2010.
Persiapan mengahadapi era integrasi ekonomi di kawasan ASEAN melalui MEA terus
dilakukan dan menjadi faktor utama dalam penguatan infrastruktur sistem
pembayaran, baik sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia
maupun oleh pihak di luar Bank Indonesia.
Selama
periode laporan, kebijakan penguatan infrastruktur untuk meningkatkan keamanan
dan efisiensi sistem pembayaran ditempuh oleh Bank Indonesia dengan melakukan
beberapa pengembangan, antara lain pengembangan mekanisme
Payment-versus-Payment(PvP) pada Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (Sistem BI-RTGS), enhancement Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia(SKNBI) melalui penyempurnaan implementasi close to real timeFailure
to Settle (FtS) pada mekanisme kliring debet dan persiapan penyusunan standar
nasional untuk kartu ATM/Debet berbasis chip, dan inisiasi penyusunan standar
nasional uang elektronik.
Selain
kebijakan penguatan infrastruktur, pemenuhan aspek perlindungan konsumen juga
merupakan concern Bank Indonesia. Hal ini dapat terlihat dengan telah
diselesaikannya penyusunan Rancangan Undang-Undang Transfer Dana yang akan
memberikan kepastian, keamanan dan kenyamanan masyarakat dalam melakukan
transaksi transfer dana.Selanjutnya dalam rangka memperkuat kelembagaan
industri sistem pembayaran di Indonesia, Bank Indonesia telah memfasilitasi
pelaku industri sistem pembayaran dalam pendirian Asosiasi Sistem Pembayaran
Indonesia (ASPI) dan Asosiasi Penyelenggara Pengiriman Uang Indonesia (APPUI).
ASPI dan APPUI diharapkan mampu menjadi mitra strategis Bank Indonesia dalam
menciptakan industri sistem pembayaran yang semakin handal.
Dari sisi
pengawasan sistem pembayaran, pada periode laporan telah dilakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran. Obyek pengawasan dalam sistem
pembayaran meliputi sistem yang dikategorikan sebagai Systemically Important
Payment Systems (SIPS) maupun yang non SIPS. Ulasan mengenai pengawasan sistem
pembayaran ini akan diuraikan pada Bab Peningkatan Keamanan dalam Kerangka
Oversight Sistem Pembayaran.
Untuk satu
tahun ke depan, kebijakan dan arah pengembangan sistem pembayaran akan tetap
difokuskan pada upaya penataan infrastruktur sistem pembayaran dalam rangka
meningkatkan keamanan dan efisiensi dalam sistem pembayaran, antara lain
melalui penataan infrastruktur sistem pembayaran, pengembangan infrastruktur
baru, enhancement sistem yang telah ada, serta penyusunan dan penyesuaian
ketentuan terkait sistem pembayaran. Hal tersebut sangat penting agar kelancaran
sistem pembayaran sebagai urat nadi perekonomian dapat terus terjaga.
Dari sisi
pengedaran uang, penggunaan uang kartal oleh masyarakat menunjukkan peningkatan
sebagaimana tercermin pada meningkatnya berbagai indikator pengedaran uang
antara lain jumlah uang beredar (UYD) dan net aliran uang kartal yang keluar
dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat (net outflow). Pada tahun 2010,
pertumbuhan UYD rata-rata mencapai 12,1% yaitu dari Rp244,4 triliun menjadi
Rp274,0 triliun, atau meningkat dari pertumbuhan UYD rata-rata tahun 2009 yang
hanya sebesar 10,7%. Meskipun pertumbuhannya meningkat dibanding tahun 2009,
laju pertumbuhan rata-rata UYD pada tahun 2010 tersebut masih dibawah angka
historis sebelum krisis (2005-2008) yang berkisar antara 13,5% sampai 26,3%.
Strategi
kebijakan pengedaran uang pada tahun 2010 diarahkan pada upaya untuk
meningkatkan kehandalan pengedaran uang dan penyempurnaan kualitas uang, yang
meliputi pemenuhan uang, optimalisasi layanan kas, pengelolaan uang dan
pendistribusiannya, serta peningkatan pengamanan elemen dan unsur pengaman
uang, serta kelayakan uang yang beredar di berbagai wilayah termasuk di daerah
terpencil dan terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berbagai
kebijakan di bidang pengedaran uang tersebut tetap mengacu pada tiga pilar
manajemen pengedaran uang yaitu 1) ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas,
2) layanan kas prima, dan 3) pengedaran uang yang aman, handal, dan efisien.
Ke depan,
kebutuhan uang kartal diperkirakan masih akan meningkat sejalan dengan proyeksi
pertumbuhan perekonomian sebesar 6,0 - 6,5% pada tahun 2011. Proyeksi jumlah
uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat
(outflow) pada tahun 2011 diperkirakan meningkat 9% dibandingkan tahun 2010,
dengan perkiraan tambahan uang kartal yang beredar sekitar 15%.
Mempertimbangkan potensi peningkatan kegiatan pengedaran uang tersebut,
prioritas arah kebijakan Bank Indonesia di bidang pengedaran uang tersusun
dalam tiga rancangan kebijakan yaitu 1) peningkatan kualitas uang yang beredar
di masyarakat dan pemenuhan permintaan uang sesuai dengan jenis pecahan yang
dibutuhkan oleh masyarakat/perbankan; 2) peningkatan efektivitas operasional
kas di Bank Indonesia dan perbankan; serta 3) pengembangan layanan kas Bank
Indonesia dengan mengikutsertakan peran perbankan dan instansi terkait.
Bank Indonesia sebagai penyelenggara
kegiatan setelmen transaksi-transaksi melalui Sistem Bank Indonesia (BI-RTGS),
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dan Bank Indonesia Scripless
Securities Settlement System (BI-SSSS) juga terus berupaya memperbaiki dan
memperbaharui mekanisme sistem yang ada agar selalu efisien, aman dan sejalan
dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang.
Semuanya itu nantinya akan mengarah kepada persiapan teknologi pembayaran
Indonesia dalam menghadapi rencana integrasi ekonomi global di kawasan
ASEAN pada tahun 2015 yang juga menjadi faktor pendorong penguatan
infrastruktur dan pengembangan sistem yang bernilai besar sampai kepada ritel.
Masyarakat pun dihadapkan pada
berbagai macam pilihan instrumen pembayaran. Uang tunai tetap menjadi primadona
dalam setiap kegiatan transaksi pembayaran. Namun instrumen pembayaran berbasis
kertas paper based dan juga card based serta electronic based juga tak kalah
menariknya dan semakin menjadi pilihan bagi masyarakat dalam melakukan
transaksi. Tren pergeseran dari penggunaan paper based instrument seperti cek
dan bilyet giro ke penggunaan card based dan electronic based instrument terlihat
dari semakin terbiasanya masyarakat menggunakan alat pembayaran seperti kartu
kredit, kartu ATM/Debet, transfer elektronik melalui kliring dan Real Time
Gross Settlement (RTGS), Scripless Securities Settlement System (SSSS), uang
elektronik baik yang berbentuk kartu(card based) maupun server based,
pembayaran melalui saluran internet banking mobile payment dan fitur-fitur
turunan lainnya. Walaupun tak dapat dipungkiri, ada segmen masyarakat tertentu
yang masih atau lebih nyaman menggunakan cek/Bilyet Giro (BG).
Penguatan infrastruktur tersebut
tercermin dimana Bank Indonesia sebagai penyelenggara sistem pembayaran mulai
mengoperasikan layanan setelmen Payment-versus-Payment (PvP) pada Sistem Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS). Layanan penyelesaian
setelmen dari transaksi jual beli valuta asing khususnya United States Dollar
(USD) terhadap Indonesian Rupiah (IDR) dilakukan secara bersamaan. Hal ini
untuk menghindari terjadinya risiko kegagalan setelmen pada saat pertukaran nilai
uang dilakukan. Selain itu dengan kecenderungan transaksi pembayaran ke depan
yang semakin tiada batas sudah barang tentu memunculkan kebutuhan likuiditas
yang semakin tinggi bagi para pelaku ekonomi, antara lain munculnya ragam
derivasi produk keuangan global dan hilangnya batasan wilayah ekonomi regional
yang digagas melalui MEA maupun kerjasama regional lainnya. Selain PvP,
penguatan infrastruktur lainnya adalah penyatuan penyelenggaraan fungsi
setelmen surat berharga BI-SSSS ke dalam penyelenggaraan fungsi sistem
pembayaran dan setelmen di Bank Indonesia (Sistem BI-RTGS). Penyatuan tersebut
dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan kegiatan setelmen dana
dan surat berharga berikut infrastruktur dan sumber daya manusia yang pada
akhirnya dapat meningkatkan kualitas layanan Bank Indonesia kepada stakeholders
terkait.
Tak ketinggalan di sisi ritel,
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang merupakan sistem kliring.
Penyempurnaan SKNBI dilakukan untuk meminimalkan risiko kredit pada kliring
debet. Penerapan prinsip no money no game pada proses penghitungan kliring
debet yang baru, menuntut bank untuk selalu menjaga kecukupan pendanaan awal
agar dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban tagihan pembayaran dari bank
lainnya. Hal ini mendorong bank peserta kliring untuk melakukan pengelolaan
likuiditasnya secara lebih baik dan efisien. Masih di sisi pembayaran ritel,
perkembangan industri pembayaran ritel diarahkan kepada
penciptaan interoperability antar sistem yang digunakan demi terciptanya
keamanan dan efisiensi sistem pembayaran. Standardisasi nasional instrumen
kartu ATM/Debet adalah salah satunya. Dilatarbelakangi oleh isu keamanan
bertransaksi dalam menggunakan kartu ATM/Debet, penggunaan teknologi chip pada
kartu ATM/Debet diyakini dapat meminimalkan timbulnya kejahatan fraud pada
kartu ATM/Debet. Selain itu, interoperability antar sistem juga diciptakan pada
penyelenggaraan uang elektronik. Dengan semakin maraknya penggunaan uang
elektronik di masyarakat yang sampai akhir 2010 mencapai Rp693,5 milyar, maka
interoperability dilakukan dengan mulai menciptakan uang elektronik berbasis
chip yang multipurpose. Multipurpose yang artinya satu kartu dapat digunakan
untuk melakukan transaksi di berbagai toko atau penyedia barang dan jasa.
Penguatan sistem pembayaran tidak
hanya dari sisi infrastruktur saja. Bank Indonesia juga memperkuat kelembagaan
industri pembayaran dengan mendirikan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia
(ASPI) dan Asosiasi Penyelenggara Pengiriman Uang (APPUI). ASPI dan APPUI
diharapkan mampu menjadi mitra strategis Bank Indonesia dalam mendorong kondisi
dan perilaku pasar yang kompetitif. Keberadaan ASPI tersebut juga diharapkan
dapat menjadi motor penggerak dan pendukung utama kebijakan penataan
infrastruktur sistem pembayaran di Indonesia yang digulirkan Bank Indonesia.
Tak ketinggalan dan tak kalah
pentingnya, perkembangan setiap sisi sistem pembayaran harus memperhatikan
aspek perlindungan konsumen. Implementasi penyelenggaraan perlindungan konsumen
yang telah memasuki tahun ke-9 sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, secara umum masih belum optimal
dirasakan manfaatnya oleh konsumen yang merupakan bagian dari masyarakat,
khususnya manakala melakukan kegiatan transfer dana. Maka dari itu, Pemerintah
dan Bank Indonesia sebagai regulator sistem pembayaran menggarap serius
Rancangan Undang-Undang Transfer Dana (RUU Transfer Dana) yang diajukan oleh
Pemerintah sebagai bentuk landasan dan perlindungan hukum yang setara bagi setiap
pihak yang terlibat dalam kegiatan transfer dana termasuk kegiatan transfer
dana antara penyelenggara dengan nasabahnya. Diharapkan dengan adanya UU
Transfer Dana, masyarakat dapat dengan nyaman dan aman melakukan setiap
aktivitas transfer dana yang kian hari kian meningkat. Nilai dan volume
transaksi transfer dana di seluruh sistem pembayaran sampai dengan akhir 2010
masing-masing sebesar Rp58,1 ribu triliun 2,1 miliar transaksi.
Namun di sisi lain, di tengah-tengah
perkembangan teknologi yang demikian pesat, tidak sedikit pula masyarakat
Indonesia yang lebih memilih melakukan pembayaran dengan menggunakan uang
tunai. Budaya dan latar belakang masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih
belum terjamah dengan produk-produk perbankan (remote area) maupun tidak merasa
nyaman dengan teknologi pembayaran yang sarat akan isu keamanan, menjadikan
uang tunai tetap menjadi primadona dalam setiap kegiatan transaksi pembayaran.
Hal ini ditunjukkan dengan
penggunaan uang kartal di masyarakat yang sampai dengan akhir 2010
mencapai Rp274,0 triliun. Hal ini merefleksikan masih banyaknya masyarakat
yang memilih menggunakan uang kartal untuk keperluan transaksi
ekonomi. Masih cukup tingginya kebutuhan masyarakat terhadap
uang Rupiah perlu dibarengi dengan perencanaan
kebutuhan dan pengadaan uang secara komprehensif termasuk ketepatan
realisasinya; penyempurnaan unsur pengaman uang; kecepatan dan ketepatan
layanan kas; kelancaran dan keamanan distribusi uang ke seluruh satuan kerja
kas baik di KP dan KBI secara tepat waktu; serta optimalisasi pengelolaan uang
kartal.
Strategi kebijakan pengedaran uang
pada tahun 2010 diarahkan pada upaya untuk meningkatkan kehandalan pengedaran
uang dan penyempurnaan kualitas uang, yang meliputi pemenuhan uang,
optimalisasi layanan kas, pengelolaan uang dan pendistribusiannya, serta
peningkatan pengamanan elemen dan unsur pengaman uang, serta kelayakan uang
yang beredar di berbagai wilayah termasuk di daerah terpencil dan terdepan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berbagai kebijakan di bidang
pengedaran uang tersebut tetap mengacu pada tiga pilar manajemen pengedaran
uang yaitu 1) ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas, 2) layanan kas prima,
dan 3) pengedaran uang yang aman, handal, dan efisien
Terkait dengan pengkinian unsur
pengaman uang, pada tahun 2010 Bank Indonesia mengeluarkan dan mengedarkan uang
kertas pecahan Rp10.000 desain baru dan uang logam pecahan Rp1.000. Selain itu,
upaya penanggulangan uang palsu tetap dilakukan baik secara preventif melalui
berbagai sosialisasi dan edukasi keaslian uang Rupiah maupun secara represif
melalui kerjasama dengan POLRI dalam meningkatkan koordinasi satuan tugas
(satgas) pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu dan saksi ahli.
Perilaku masyarakat untuk menyimpan uang logam hoarding
menyebabkan perputaran uang logam di masyarakat maupun tingkat pengembalian
uang logam ke perbankan dan Bank Indonesia menjadi terhambat. Untuk
mengoptimalkan pengedaran/perputaran uang logam di masyarakat dan sebagai upaya
perwujudan perlindungan konsumen, pada tanggal 31 Juli 2010 Bank Indonesia
bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementrian
Perdagangan Republik Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia
(APRINDO), menandatangani Memorandum of Understanding atau Nota Kesepakatan
tentang pencanangan kegiatan Gerakan Peduli Koin Nasional
Mempertimbangkan potensi peningkatan
kegiatan pengedaran uang, prioritas arah kebijakan Bank Indonesia di bidang
pengedaran uang tersusun dalam tiga rancangan kebijakan yaitu 1) peningkatan
kualitas uang yang beredar di masyarakat dan pemenuhan permintaan uang sesuai
dengan jenis pecahan yang dibutuhkan oleh masyarakat/perbankan; 2) peningkatan
efektivitas operasional kas di Bank Indonesia dan perbankan; serta 3)
pengembangan layanan kas Bank Indonesia dengan mengikutsertakan peran perbankan
dan instansi terkait.
Strategi untuk meningkatkan
efektivitas operasional kas di Bank Indonesia ke depan dilakukan antara lain
dengan menyempurnakan sistem dan prosedur layanan kas yang bersifat customer
oriented dan pengembangan sistem informasi layanan kas. Sementara itu
pengembangan layanan kas diarahkan pada peningkatan kegiatan kas keliling dan
kas titipan di daerah terpencil dan terdepan NKRI
Memperhatikan berbagai isu strategis
tersebut, maka Kebijakan BI selama tahun 2010 difokuskan pada upaya untuk
meningkatkan kehandalan uang Rupiah dan penyempurnaan kualitas uang dengan
tetap mengacu pada tiga pilar manajemen pengedaran uang yaitu 1) Ketersediaan
uang Rupiah yang berkualitas, 2) Layanan Kas Prima, dan 3) Pengedaran Uang yang
aman, handal, dan efisien.
Dalam rangka mendukung ketersediaan
uang Rupiah yang berkualitas, beberapa penerapan kebijakan meliputi penyusunan
rencana kebutuhan uang termasuk rencana pengadaan dan realisasi pengadaan uang
dan bahan uang, yang diikuti dengan pendistribusian uang ke berbagai wilayah
secara tepat waktu. Selain itu terkait dengan pengkinian unsur pengaman uang,
BI mengeluarkan dan mengedarkan Uang Kertas pecahan Rp10.000 desain baru dan
uang logam pecahan Rp1.000. Clean money policy merupakan kebijakan BI untuk
menjaga kualitas uang yang diedarkan melalui kegiatan pemusnahan uang dan
melakukan pencabutan uang logam pecahan Rp25. Dari sisi penanggulangan uang
palsu, BI tetap mengupayakan intensifikasi dan ekstensifikasi strategi
komunikasi melalui sosialisasi dan edukasi ciri keaslian uang Rupiah kepada
masyarakat baik secara langsung, melalui media, dan kerjasama dengan intansi
terkait, karena terbukti cukup efektif dalam meningkatkan pemahaman masyarakat.
Secara represif, dilakukan kerjasama dengan POLRI dalam meningkatkan koordinasi
satuan tugas (satgas) pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu dan saksi
ahli. Berikut digambarkan perkembangan terkini dari berbagai jenis sistem
pembayaran dan penyelenggaranya.
Tabel pengembangan volume transaksi sistem pembayaran
BAB III
KESIMPULAN
Bank Indonesia dituntut untuk selalu
memastikan bahwa setiap perkembangan sistem pembayaran harus selalu berada pada
koridor ketentuan yang berlaku. Hal ini tentu saja demi kelancaran dan keamanan
jalannya kegiatan sistem pembayaran. Industri pembayaran baik yang melibatkan
bank maupun lembaga selain bank berlomba-lomba melakukan pengembangan sistem
pembayarannya. Bahkan saat ini peranan lembaga selain bank (LSB) di dalam penyelenggaraan
sistem pembayaran semakin nyata dengan semakin banyaknya LSB yang melakukan
kerjasama dengan perbankan baik sebagai penyedia jaringan dan tidak
menutup kemungkinan sebagai penerbit dari instrumen-instrumen pembayaran
tersebut.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2010
memberikan dampak terhadap peningkatan kegiatan perekonomian Indonesia selama
tahun tersebut. Untuk mendukung
lancarnya aktivitas pembayaran, inovasi-inovasi baru dalam sistem
pembayaran banyak tercipta sebagai dampak positif dari perkembangan
teknologi informasi. Hal ini tentunya bertujuan untuk memberikan kemudahan dan
kenyamanan bagi masyarakat pengguna. Namun demikian, diperlukan suatu kebijakan
dari Bank Indonesia untuk selalu menjaga dan meningkatkan keamanan dan
efisiensi dalam penyelenggaraan sistem pembayaran dengan tetap memperhatikan
pemenuhan aspek perlindungan konsumen.
Untuk satu tahun ke depan,
kebijakan dan arah pengembangan sistem pembayaran akan tetap difokuskan pada
upaya penataan infrastruktur sistem pembayaran dalam rangka meningkatkan
keamanan dan efisiensi dalam sistem pembayaran, antara lain melalui penataan
infrastruktur sistem pembayaran, pengembangan infrastruktur baru, enhancement
sistem yang telah ada, serta penyusunan dan penyesuaian ketentuan terkait
sistem pembayaran. Hal tersebut sangat penting agar kelancaran sistem
pembayaran sebagai urat nadi perekonomian dapat terus terjaga.
BAB IV
PENUTUP
Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar