Kamis, 05 April 2012

ARTIKEL 2


IMPLIKASI KENAIKAN BBM TERHADAP PASAR

Anton H. Gunawan, kepala ekonom Bank Danamon mengatakan, masih ada kemungkinan untuk menaikkan harga BBM tahun ini. Adapun waktu paling awal yang mungkin untuk menaikkan harga BBM, jika harga minyak dunia terus melayang pada tingkat saat ini, adalah pada Juli 2012.
“Itu tentu saja dengan ketentuan bahwa Presiden SBY memiliki keberanian untuk melakukannya, mengingat demonstrasi besar-besaran dari tenaga kerja dan mahasiswa,”ujarnya.
Enam bulan lalu rata-rata ICP (11 Oktober-12 Maret) hanya US $ 116.5/barrel, sementara untuk dapat menaikkan harga BBM, pemerintah perlu melihat ICP rata-rata 6 bulan melampaui US$ 120.75 per barel.
Namun, ada juga risiko bahwa hak bersyarat bagi pemerintah untuk langsung mengubah harga BBM (BBM) bersubsidi, akan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini dengan dasar bahwa pasal 7 ayat 6a dari anggaran yang baru direvisi, bertentangan pasal 28 ayat 2 dari Konstitusi, bahwa semua sumber daya alam harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat.
Menurut Anton, jika pemerintah akan menaikkan harga BBM pada kuartal tiga 2012, tidak ada dampak yang signifikan untuk prediksi inflasi akhir tahun, yaitu masih di 7,29% yoy. Ini mengingat asumsi fiskal inflasi berada di 6,8% yoy.
Namun, jika pemerintah tidak dapat atau tidak berani menaikkan harga BBM tahun ini, laju inflasi 2012 akan jauh lebih rendah, yaitu sekitar 5% yoy. “Angka ini sudah termasuk ekspektasi kenaikan inflasi karena ketidakpastian seputar kenaikan harga BBM,”paparnya.
Dengan inflasi masih belum pasti, Bank Indonesia hanya dapat menjaga kebijakan suku bunga acuan di 5,75%, dan memilih untuk melakukan manajemen likuiditas. Kenaikan giro wajib minimum perbankan (rasio GWM) adalah opsi terbaik untuk mengendalikan inflasi, meskipun bukan secara umum rasio GWM naik, namun kenaikan rasio GWM selektif, terkait penempatan bank di BI.
Sementara itu, keputusan parlemen untuk menunda kenaikan harga BBM, dinilai bisa merugikan Indonesia dari kenaikan rating investasi oleh S & P. Meskipun jika pemerintah mampu muncul dengan kebijakan yang bisa dipercaya dan meyakinkan dalam mengantisipasi dampak ‘harga BBM tidak naik’, ada kemungkinan S & P memberikan rating investment grade ke Indonesia pada akhir April 2012.
“Adapun jika pemerintah bisa menaikkan harga BBM, anggaran pemerintah akan tetap di jalur (seperti dalam APBN-P 2012 anggaran revisi), dan penerbitan obligasi tambahan yang disetujui adalah Rp 25 triliun,”tuturnya.
Di sisi lain, jika pemerintah tidak dapat menaikkan harga BBM, ada kebutuhan untuk menambah dana melalui penerbitan obligasi (jumlahnya tergantung pada seberapa dalam program pemangkasan belanja), di tengah pembatalan program kompensasi sosial dan penurunan dalam kenaikan belanja infrastruktur.
Perkiraan kasar atas pembiayaan obligasi tambahan yang diperlukan (di atas 25 Rp triliun) adalah sekitar Rp25 - 30 triliun. Opsi ini kemungkinan akan menekan harga obligasi rupiah lebih lanjut, dengan obligasi 10 tahun turun 100bps atau lebih.
Dengan kemungkinan kenaikan harga BBM pada kuartal tiga 2012, serta ekspektasi inflasi mencapai 7,29% pada akhir tahun, beberapa investor obligasi asing akan terus keluar.
“Jadi kita harus hati-hati untuk peningkatan tajam pada yield obligasi beberapa bulan ke depan, meskipun BI masih mungkin di pasar untuk mendukung pasar obligasi,”katanya.
Lebih lanjut dikatakan bahwa, tekanan di pasar obligasi juga dapat diterjemahkan adanya tekanan pada rupiah / dolar AS. Dalam jangka dekat, rupiah mungkin akan tertekan terhadap ke 9.300 terhadap dolar AS, terutama jika beberapa investor obligasi besar keluar.
Namun, mungkin rupiah akan menguat lagi menjelang akhir tahun. “Saat ini kami masih mempertahankan perkiraan akhir tahun kami di 8.950, dengan beberapa risiko terbalik menuju 9.100,”tutupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar