Senin, 12 Januari 2015

Artikel Tentang Kasus Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi

JawaPos 22/04/14, 00:24 WIB
Hadi Poernomo Ditetapkan Tersangka Korupsi Pajak BCA

JAKARTA – Bisa jadi kemarin (21/4) merupakan perayaan ulang tahun terburuk bagi mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo. Tepat pada usia 67 tahun, dia diberi ’’kado’’ berupa penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diduga menyalahgunakan wewenang saat menjabat Dirjen Pajak (2002–2004) sehingga merugikan negara Rp 375 miliar.
Status tersebut disampaikan Ketua KPK Abraham Samad yang didampingi Wakil Ketua Bambang Widjojanto dan Juru Bicara Johan Budi S.P. di gedung KPK kemarin.
Samad mengungkapkan, Hadi tersandung kasus dugaan korupsi pengurusan pajak yang diajukan Bank BCA pada 2003. Ada dua bukti yang membuat KPK menjadikan Hadi sebagai tersangka. ’’Perbuatan melawan hukum yang dilakukan tersangka HP (Hadi Poernomo). Yaitu, menyalahgunakan wewenang dalam menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas surat ketetapan pajak nihil (SKPN) pajak penghasilan (PPh) PT BCA tahun pajak 1999,’’ ujar Samad.

Pejabat asal Pamekasan, Jawa Timur, itu diduga melanggar pasal 2 ayat 1 dan/atau pasal 3 UU No 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dia terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. Samad lantas menjelaskan ihwal keterlibatan Hadi dalam kasus tersebut. Bermula pada 2003, tepatnya 17 Juli, Bank BCA mengajukan surat keberatan pengenaan pajak atas transaksi non-performing loan (NPL) atau kredit macet Rp 5,7 triliun kepada Direktorat Pajak Penghasilan (PPh) Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Direktorat PPh menanggapi dengan mengkaji mendalam sebelum mengambil keputusan. Pada 13 Maret 2004, Direktorat PPh mengirimkan surat pengantar risalah yang berisi keberatan atas permohonan BCA tersebut kepada Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak. Surat itu lengkap dengan hasil telaah. ’’Kesimpulannya, permohonan keberatan wajib pajak Bank BCA ditolak,’’ terang Samad.
Nah, peran Hadi mulai tampak setelah penyerahan hasil kajian itu. Pada 17 Juli 2004 atau sehari sebelum jatuh tempo bagi Dirjen Pajak untuk memberikan keputusan final atas permohonan BCA, Hadi membuat keputusan mengejutkan. Dia balik mengirimkan nota kepada Direktorat PPh agar mengubah kesimpulan.
Versi Hadi, keberatan BCA diterima. Dia meminta kesimpulan yang semula menolak diubah menjadi menerima seluruh keberatan. Namun, belum selesai bawahannya mengubah risalah, 18 Juli 2004, Hadi justru menerbitkan surat ketetapan pajak nihil (SKPN) sebagai tindak lanjut telah diterimanya keberatan yang diajukan BCA. ’’Di situlah peran Dirjen Pajak Saudara HP (Hadi Poernomo),’’ tambahnya.
Direktorat PPh saat itu tentu tidak bisa membantah karena tidak cukup waktu untuk mengubah risalahnya. Idealnya, Dirjen Pajak memberikan waktu yang relatif lama kepada Direktorat PPh untuk menelaah ulang sebagai pembanding. Itu pun kalau risalah terdahulu dianggap belum sempurna. ’’Tetapi, kesempatan itu tidak pernah diberikan (Hadi). Padahal, kesimpulannya berbeda,’’ ungkap pria asal Makassar tersebut.
Sikap Hadi makin mencurigakan karena penyelidikan KPK mengungkap fakta baru. Beberapa bank saat itu memiliki masalah yang sama dengan kredit macet mereka. Langkah yang diambil juga mirip, yakni mengirimkan surat keberatan kepada Dirjen Pajak. Anehnya, hanya keberatan BCA yang dikabulkan Hadi.
Dari sikap tersebut, KPK mengendus perbuatan Hadi telah merugikan keuangan negara. Jika Hadi mengikuti rekomendasi Direktorat PPh, BCA seharusnya membayar tambahan setoran pajak ke negara Rp 375 miliar. Tetapi, uang sebanyak itu batal masuk ke negara karena Hadi menerima keberatan BCA.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menambahkan, angka kerugian negara cukup besar karena NPL memengaruhi banyak sedikitnya pajak yang harus dibayar bank. Meski tidak menjelaskan jumlah total pajak yang harus dibayar BCA, pria yang akrab disapa BW itu menegaskan bahwa pengaruhnya sangat besar.
’’Bukan NPL (non-performing loan) yang bermasalah. Tetapi, kebijakan yang membuat negara kehilangan pemasukan Rp 375 miliar,’’ terangnya.
BW memahami bahwa kasus tersebut sudah lama terjadi. Karena itu, kata dia, KPK butuh ketelitian dalam menyelidiki. Tim penyelidik menggandeng lima saksi ahli dan sejumlah saksi faktual sebelum menetapkan Hadi sebagai tersangka. Terhadap Bank BCA, KPK belum memeriksa. Tim penyelidik masih memfokuskan pada pertanggungjawaban para penyelenggara negara.
Meski demikian, tidak berarti manajemen BCA tidak akan bersentuhan dengan lembaga antirasuah itu. Dia menegaskan, penetapan Hadi sebagai tersangka merupakan langkah awal penanganan kasus tersebut. Soal siapa saja yang diperiksa serta kemungkinan munculnya tersangka baru, dia menegaskan hal itu akan terungkap setelah KPK melakukan berbagai pemeriksaan lanjutan.
Apakah Hadi menerima hadiah atau suap dari pengurusan keberatan pajak BCA tersebut? BW belum bisa menjawab. Alasannya, KPK masih mendalami materi. Termasuk, mencari nilai baku kerugian negara karena kebijakan Hadi. ’’Fokusnya potensi penyalahgunaan wewenang,’’ tegasnya.

Pembahasan :
·         Prinsip Pertama – Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Namun dalam kasus ini HP diduga menyalahgunakan wewenang saat menjabat Dirjen Pajak (2002–2004) sehingga merugikan negara Rp 375 miliar.

·         Prinsip Kedua – Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Namun didalam kasus ini HP tidak menjalankan tugasnya dengan profesional bahkan dia menyalahgunakan wewenangnya untuk korupsi demi kepentingan sendiri bukan untuk kepentingan publik yang merugikan negara.

·         Prinsip Ketiga – Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Sudah terlihat jelas dengan terjadinya korupsi atas  penggelapan pajak BCA ini bahwa HP tidak memenuhi tanggungjawabnya dan tidak memiliki integritas yang tinggi.

·         Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Dalam kasus ini HP telah terbentur dengan kepentingannya sendiri seakan lupa dengan kewajibannya yang harus bertanggungjawab dan profesional dalam pekerjaannya.

·         Prinsip Kelima – Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir. Dalam kasus ini, HP tidak melaksanakan jasa profesional kehati-hatian dan kompentensinya untuk menjalankan tugas, bahkan HP  terlihat memberikan keputusan final atas permohonan BCA dimana dia meminta kesimpulan yang semula menolak diubah menjadi menerima seluruh keberatan pajak BCA.

·         Prinsip Keenam – Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Dalam kasus ini Hadi justru menerbitkan surat ketetapan pajak nihil (SKPN) sebagai tindak lanjut telah diterimanya keberatan yang diajukan BCA.

·         Prinsip Ketujuh – Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Prilaku HP dalam kasus ini tidak menunjukan prilaku profesional karena telah menyalahgunakan wewenangnya.

·         Prinsip Kedelapan – Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. HP tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar