INDEPENDENSI
DAN KOMPETENSI AUDITOR PADA OPINI AUDIT
Pendahuluan
Laporan
keuangan perusahaan yang telah diaudit akan dipakai oleh berbagai pihak yang berkepentingan
(pimpinan perusahaan, pemegang saham, pemerintah, kreditur, dan karyawan) dalam
pengambilan keputusan. Oleh karena itu, audit harus dilakukan dengan
sebaik-baiknya (Yusuf, 2009). Seorang Akuntan Publik dalam melaksanakan
tugasnya harus berdasarkan pada standar yang telah ditetapkan, yaitu Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) dari Ikatan Akuntan Indonesia, secara khusus
mengenai standar pekerjaan lapangan.
Standar
pekerjaan lapangan mengatur mengenai prosedur dalam penyelesaian pekerjaan lapangan,
seperti adanya perencanaan atas aktivitas yang akan dilakukan, pemahaman yang
memadai atas pengendalian intern dan pengumpulan bukti-bukti kompeten yang
diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan kon! rmasi
sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Seorang akuntan
publik juga dituntut untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan para
pemakai laporan keuangan di luar perusahaan, sehingga dapat menghasilkan opini
auditor yang tepat dan dapat dipercaya oleh para pemakai laporan keuangan.
Bertambah
banyaknya auditor, maka akan terjadi persaingan yang ketat pula diantara mereka.
Dalam pelaksanaan praktik jasa auditing, sebagian masyarakat masih ada yang
meragukan tingkat skeptisisme profesional yang dimiliki oleh para auditor yang
kemudian berdampak pada keraguan
masyarakat terhadap pemberian opini akuntan publik (Suraida, 2005). Hasil opini
auditor merupakan suatu pendapat yang diberikan oleh auditor tentang kewajaran
dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tempat auditor melakukan audit.
Opini yang paling baik adalah wajar tanpa pengecualian. Opini ini akan
diberikan ketika auditor merasa yakin, berdasarkan bukti-bukti audit. Begitu
pentingnya opini yang diberikan oleh auditor bagi suatu perusahaan, maka
auditor harus mempunyai kompetensi yang baik untuk mengumpulkan dan menganalisa
bukti-bukti audit, sehingga bisa memberikan opini yang tepat. Pengalaman juga
merupakan faktor pendukung ketepatan opini yang dihasilkan auditor.
Berdasarkan
uraian diatas, apakah terdapat pengaruh antara opini auditor dengan
independensi dan kompetensi auditor pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK RI).
Tujuan dari
penelitian
Tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui bukti empiris pengaruh independensi dan kompetensi
auditor secara parsial dan simultan terhadap hasil opini auditor.
Metode Objek
penelitian
Dalam
penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia (BPK RI). Penelitian ini dilakukan pada Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia (BPK RI) perwakilan provinsi Jawa Tengah.
Populasi dalam
penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK RI) perwakilan provinsi Jawa Tengah yang telah terdaftar pada
buku direktori tahun 2010. Auditor yang bekerja dalam satu kantor Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) perwakilan provinsi Jawa Tengah,
yang beralamatkan di Jalan Tambak Aji Nomor 1 Semarang, sebanyak 135 orang yang
terdiri dari auditor senior dan auditor junior. Sampel yang diambil dalam
penelitian ini adalah auditor junior dan auditor senior yang bekerja di Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) perwakilan provinsi Jawa Tengah.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
sampel imbangan (proportional random sampling).
Proportional
random sampling merupakan teknik pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang
representatif, dimana pengambilan subjek dari setiap strata atau setiap wilayah
ditentukan seimbang atau sebanding dengan banyaknya subjek dalam masing-masing
strata atau wilayah (Arikunto, 2006).
Penelitian ini
menggunakan rumus Slovin untuk mengetahui jumlah sampel yang akan diambil.
Peneliti memberikan kelonggaran ketidaktelitian pengambilan sampel sebesar 10%
didalam penelitian ini, karena kelonggaran yang kecil diharapkan kesalahan yang
terjadi bisa semakin kecil. Sehingga, sampel yang diperoleh sebesar 58 auditor
yang bekerja di Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) sebesar
135 auditor.
Tabel 1. Jumlah
Sampel
No. Auditor Populasi Jumlah
1. Auditor
Senior 82 35
2. Auditor
Junior 53 23
Jumlah 135 58
Sumber: Data
Primer yang Diolah
Variabel
dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah Hasil Opini Auditor (auditor’s opinion).
Hasil opini auditor merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor mengenai kewajaran
penyajian dalam laporan keuangan perusahaan tempat auditor melakukan audit. Pengukuran
hasil opini auditor pada kantor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
(BPK RI) perwakilan provinsi Jawa Tengah menggunakan indikator sebagai berikut:
(a) Melaporkan
semua kesalahan klien,
(b) Pemahaman
terhadap sistem informasi klien,
(c) Komitmen
yang kuat dalam menyelesaikan audit,
(d) Berpedoman
pada prinsip auditing dan prinsip akuntansi dalam melakukan pekerjaan lapangan,
(e) Tidak
percaya begitu saja terhadap pernyataan klien,
(f) Sikap
hati-hati dalam pengambilan keputusan.
Variabel
independen (bebas) dalam penelitian ini adalah:
(1)
Independensi auditor (auditor’s independence),
(2) Kompetensi
auditor (auditor’s competence).
Menurut
Arikunto (2006), data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk
menyusun suatu informasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
adalah:
(1) Data
Primer; Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau
tempat dimana penelitian akan dilakukan secara langsung (Indriantoro &
Bambang supeno, 1999). Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari
informasi yang diberikan responden dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
(kuesioner) yang diberikan kepada fungsional auditor, yang bekerja pada Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) perwakilan Jawa Tengah,
(2) Data Sekunder:
Data sekunder merupakan sumber penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui
media perantara (Indriantoro & Supeno, 1999). Sebagai suatu penelitian
empiris, maka data sekunder dalampenelitian ini diperoleh dari artikel, jurnal,
dan penelitian-penelitian terdahulu.
Pengumpulan
data pada penelitian ini dilakukan dengan dua metode, yaitu metode angket atau
kuesioner dan metode dokumentasi. Validitas merupakan suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen penelitian. Suatu
instrumen penelitian dikatakan valid atau sahih ketika mempunyai validitas yang
tinggi, serta mampu menjadi ukuran atas apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan
data dari masing-masing variabel yang diteliti secara tepat.
Pengujian
tingkat validitas instrumen penelitian dilakukan dengan cara analisis faktor
dan analisis butir. Penelitian ini menggunakan analisis butir untuk menguji
validitas setiap butir soal, maka skor yang ada pada setiap butir soal
dikorelasikan dengan skor total. Pengujian validitas yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan rumus korelasi product moment seperti yang telah dikemukakan
Pearson. Hasil perhitungan rxy dikonsultasikan pada tabel dengan taraf
kesalahan 5%, jika rxy > r tabel maka item soal tersebut valid. Akan tetapi
sebaliknya, jika harga rxy < r tabel maka dapat dikatakan bahwa item soal
tersebut tidak valid.
Hasil dan
Pembahasan
Uji Parsial
(Uji t) merupakan suatu uji statistik untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh
variabel bebas (X) secara individual terhadap variabel terikat (Y). Uji t dilakukan
dengan
membandingkan
nilai statistik antara t hitung dengan nilai kritis menurut Tabel (t tabel).
Nilai t tabel ditentukan dengan tingkat signi! kansi 5% dengan derajad
kebebasan df = (n-k-1), dimana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah
variabelnya. Hasil uji secara statistik t dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Koefisien
Regresi
Model t Signifikan
1 Constant 0,785 0,438
Independensi 3,170 0,003
Kompetensi 8,468 0,000
Sumber: Data
Primer yang Diolah
Tabel 2 di
atas menunjukkan bahwa nilai signifikan independensi auditor (auditor’s inde-
pendence) dan
kompetensi auditor (auditor’s competence) masing-masing sebesar 0,003 dan 0,000
kurang dari taraf signifikan sebesar 5% atau 0,05, sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara independensi auditor (auditor’s
independence) dan kompetensi auditor (auditor’s competence) secara parsial
dengan hasil opini auditor (auditor’s opinion).
Uji Simultan
merupakan suatu uji statistik yang digunakan untuk menunjukkan seberapa besar
pengaruh antara variabel bebas (X) secara simultan (bersama-sama) terhadap
variabel terikat (Y). Hasil uji secara statistik nilai F= 62,241 dan taraf kebermaknaan
= 0. Nilai F hitung adalah sebesar 54,754 dengan nilai probabilitas sebesar
0,000 dan lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi dalam
penelitian ini secara simultan dapat digunakan untuk memprediksi atau dapat
dikatakan bahwa independensi auditor dan kompetensi auditor secara simultan
berpengaruh terhadap hasil opini auditor (auditor’s opinion).
The CPA
handbook menurut E.B. Wilcox dalam Alim, Hapsari, & Purwanti (2007), independensi
adalah suatu standar auditing yang penting karena opini akuntan independen
bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh
manajemen.
Kode Etik Akuntan
tahun 1994 yang dikutip dari artikel Mayangsari (2003) disebutkan bahwa independensi
adalah sikap yang diharapkan dari seorang auditor untuk tidak mempunyai
kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan
prinsip integritas dan objektivitas. Setiap akuntan harus memelihara integritas
dan objektivitas dalam tugas profesionalnya dan setiap auditor harus independen
dari semua kepentingan yang bertentangan atau pengaruh yang tidak layak.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa independensi merupakan sikap
seseorang untuk bertindak jujur, tidak memihak, dan melaporkan temuan-temuan
hanya berdasarkan bukti yang ada.
.
Tujuan dari
adanya pembatasan ini agar hubungan auditor dengan klien tidak terlalu dekat,
sehingga skandal akuntansi bisa dicegah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Shockley (1980) dalam Supriyono (1988) yang ditulis oleh Christina (2007)
menunjukkan bahwa lama hubungan dengan klien tidak berpengaruh terhadap
rusaknya independensi auditor. Sebaliknya, Deis & Giroux (1992) menemukan
bahwa semakin lama hubungan auditor dengan klien, maka akan mempunyai potensi
untuk menjadikan auditor puas pada apa yang telah dilakukan. Selain itu, dalam
melakukan prosedur audit auditor bisa menjadi kurang tegas dan selalu
tergantung pada pernyataan manajemen. Keberhasilan dalam kinerja maupun operasi
perusahaan menjadi tuntutan serta keinginan dari setiap manajemen perusahaan.
Hal ini membuat auditor sering mengalami konflik kepentingan. Seringkali pihak
manajemen perusahaan melakukan tekanan pada auditor sehingga laporan keuangan
auditan yang dihasilkan sesuai dengan keinginan klien. Apabila auditor ingin mengikuti
apa yang dikehendaki klien maka dia melanggar standar profesi yang ada. Akan
tetapi sebaliknya, jika auditor tidak mengikuti apa yang dikehendaki klien,
maka klien dapat menghentikan penugasan atau mengganti KAP auditornya.
Harhinto
(2004) yang ditulis oleh Christina (2007) berpendapat bahwa usaha untuk mempengaruhi
auditor melakukan tindakan yang melanggar standar profesi ada kemungkinan berhasil
karena pada kondisi kon! ik ada kekuatan yang tidak seimbang antara auditor
dengan kliennya. Klien dapat dengan mudah mengganti auditor KAP jika auditor
tersebut tidak bersedia memenuhi keinginannya. Sementara auditor membutuhkan fee
untuk memenuhi kebutuhannya. Kemampuan seorang auditor dalam mengatasi tekanan
yang datang dari klien sangat dipengaruhi oleh kondisi keuangan klien. Kondisi
keuangan yang baik yang dimiliki oleh klien dapat memberikan fee audit yang
cukup besar dan juga dapat memberikan fasilitas yang baik bagi auditor. Dalam
situasi seperti ini terkadang auditor bisa menjadi kurang teliti dalam melakukan
audit karena kepuasan yang telah ia dapat. Dengan demikian, auditor memiliki
posisi yang strategis, baik itu dari manajemen perusahaan maupun dari pemakai
laporan keuangan.
Untuk dapat
menghasilkan hasil opini yang baik, maka dalam menjalankan profesinya sebagai
pemeriksa, seorang auditor harus berpedoman pada kode etik, standar profesi dan
standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia. Setiap auditor harus
mempertahankan integritas dan objektivitas dalam menjalankan tugasnya dengan
bertindak jujur, tegas, adil, dan tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan dari
pihak tertentu untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Kejelasan informasi
tentang adanya sistem pengendalian kualitas yang sesuai dengan standar profesi
merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban auditor terhadap klien dan masyarakat
luas akan jasa yang diberikan. Kelayakan desain sistem pengendalian kualitas
dan kesesuaiannya dengan standar kualitas dalam pekerjaan akuntan publik dan
operasi Kantor Akuntan Publik (KAP) perlu dimonitor dan di “audit”. Sebagai
mekanisme monitoring, peer review dipersiapkan oleh auditor untuk meningkatkan
kualitas jasa akuntansi dan audit.
Hasil penelitian
Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa kompetensi dan independensi secara parsial dan simultan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit secara umum.
Kompetensi
menurut Alim, Hapsari, & Purwanti (2007) dide nisikan sebagai aspek-aspek
pribadi dari
seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang superior.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa variabel
kompetensi
untuk auditor di Indonesia terdiri atas:
(1) Pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam
suatu kompetensi. Pengetahuan ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur
dan pengalaman,
(2) Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan
berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerja sama dengan orang lain.
Kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan audit adalah pengetahuan dan
pengalaman. Auditor harus memiliki pengetahuan untuk memahami entitas yang
diaudit, kemudian auditor juga harus memiliki pengalaman untuk dapat
meningkatkan kinerjanya dalam proses audit.
Berdasarkan
uraian di atas bisa diambil kesimpulan bahwa kompetensi auditor adalah keahlian
profesional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil dari pendidikan formal,
ujian profesional maupun keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, simposium dan
lain-lain seperti: (1) Ujian CPA untuk luar negeri dan ujian SAP (Sertifikat
Akuntan Publik) untuk di Indonesia,
(2) PPB
(Pendidikan Profesi Berkelanjutan),
(3)
Pelatihan-pelatihan intern dan ekstern,
(4) Keikutsertaan
dalam seminar, simposium dan lain-lain.
Kusharyanti
(2002) bisa melihat kompetensi dari berbagai macam sudut pandang, diantaranya
adalah sudut pandang auditor individual, audit tim dan Kantor Akuntan Publik
(KAP). Dalam penelitian ini yang akan digunakan adalah kompetensi dari sudut
pandang auditor individual, karena auditor merupakan subyek yang melakukan
audit secara langsung dan berhubungan langsung dalam proses audit sehingga
diperlukan kompetensi yang baik untuk menghasilkan audit yang berkualitas.
Berdasarkan konstruk yang dikemukakan oleh Christina (2007) kompetensi
diproksikan dalam dua hal, yaitu pengetahuan dan pengalaman.
Dalam Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) tahun 2001 mengenai standar umum, dijelaskan
bahwa dalam melakukan audit, auditor harus memiliki keahlian dan struktur
pengetahuan yang cukup. Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan
seorang auditor, dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak
pengetahuan mengenai bidang yang digelutinya, sehingga dapat mengetahui
berbagai masalah secara lebih mendalam.
Menurut
Christina (2007), secara umum terdapat 5 pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang
auditor, diantaranya: (1) Pengetahuan pengauditan umum, (2) Pengetahuan area
fungsional, (3) Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru, (4)
Pengetahuan mengenai industri khusus, (5) Pengetahuan mengenai bisnis umum
serta penyelesaian masalah. Menurut Ananing (2006), pengalaman merupakan suatu
proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku, baik
dari pendidikan formal maupun non formal, atau bisa diartikan sebagai suatu
proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi.
Suatu pembelajaran juga mencakup perubahan yang relatif tepat dari perilaku
yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktik. Seorang auditor menjadi ahli
diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman. Auditor yang lebih berpengalaman
akan memiliki skema yang lebih baik dalam mende nisikan kekeliruan-kekeliruan
daripada auditor yang kurang berpengalaman (Hernadianto, 2002).
Auditor harus
menjalani pelatihan yang cukup agar menjadi seorang auditor yang ahli. Pelatihan
dapat berupa kegiatan-kegiatan seperti seminar, simposium, lokakarya, serta
kegiatan penunjang ketrampilan lainnya. Selain itu, kegiatan-kegiatan seperti
pengarahan yang diberikan oleh auditor senior kepada auditor pemula (junior)
juga bisa dianggap sebagai salah satu bentuk pelatihan karena kegiatan ini
dapat meningkatkan kinerja auditor. Melalui program pelatihan dan
praktek-praktek audit yang dilakukan, para auditor juga akan mengalami proses
sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan dia
temui. Disamping itu, struktur pengetahuan auditor yang berkenaan dengan
kekeliruan mungkin akan berkembang dengan adanya program pelatihan auditor
ataupun dengan bertambahnya pengalaman auditor.
Kompetensi
auditor diukur melalui banyaknya ijasah/serti kat yang dimiliki serta jumlah banyaknya
keikutsertaan yang bersangkutan dalam pelatihan-pelatihan, seminar atau simposium.
Semakin banyak sertifikat yang dimiliki dan semakin sering mengikuti pelatihan
atau seminar/simposium diharapkan auditor yang bersangkutan akan semakin cakap
dalam melaksanakan tugasnya. Program pelatihan dan praktek-praktek audit yang
dilakukan, para auditor juga akan mengalami proses sosialisasi agar dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan dia temui, bekerja sama
dalam tim serta kemampuan dalam menganalisa permasalahan. Semakin tinggi
kompetensi auditor akan semakin baik kualitas hasil opini yang diberikan
(Christiawan (2002) & Alim dkk. (2007)).
Sesuai dengan
standar umum dalam Standar Profesional Akuntan Publik dalam Arens dkk. (2004)
bahwa auditor diisyaratkan memiliki pengalaman kerja yang cukup dalam profesi
yang
ditekuninya, serta dituntut untuk memenuhi kuali kasi teknis dan berpengalaman
dalam industri-industri yang mereka audit. Pengalaman memberikan dampak pada
setiap keputusan yang diambil dalam pelaksanaan audit, sehingga diharapkan
setiap keputusan yang diambil merupakan keputusan yang tepat. Dapat diambil
kesimpulan bahwa semakin lama masa kerja yang dimiliki auditor maka auditor
akan semakin baik dalam memberikan opini.
Penutup
Penelitian ini
menghasilkan kesimpulan antara lain (1) Independensi auditor mempunyai pengaruh yang positif terhadap hasil
opini auditor (auditor’s opinion). Jadi, auditor yang mempunyai tingkat
independensi tinggi akan menghasilkan opini yang baik pada saat melakukan
proses audit, (2) Kompetensi auditor (auditor’s competence) mempunyai pengaruh
yang positif terhadap hasil opini auditor (auditor’s opinion). Jadi, auditor
yang mempunyai tingkat kompetensi tinggi akan menghasilkan opini yang baik pada
saat melakukan proses audit, (3) Independensi auditor (auditor’s independence)
dan kompetensi auditor secara simultan terdapat pengaruh secara positif
terhadap hasil opini auditor. Jadi, auditor yang mempunyai tingkat independensi
dan kompetensi tinggi akan bisa menghasilkan
opini yang baik atau dapat memunculkan hasil opini yang tepat.
Jurnal Dinamika Akuntansi Vol. 1, No. 2, September 2009, pp. 145-154, INDEPENDENSI DAN KOMPETENSI AUDITOR PADA OPINI AUDIT.
Jurnal Akuntansi, PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR SEBAGAI VARIABEL MODERASI
Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol 11 No. 3 Desember 2009. hlm 155-173 PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR SEBAGAI VARIABEL MODERASI
JURNAL EKONOMI Volume 21, Nomor 3 September 2013 PENGARUH STRUKTUR AUDIT, KONFLIK PERAN, DAN KETIDAKJELASAN PERAN TERHADAP KINERJA AUDITOR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar