Perlambatan ekonomi terus hantui Indonesia
Merdeka.com - Ekonomi Indonesia tengah kelabu. Perlambatan
ekonomi sudah menimpa sejak tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi 2012 hanya mampu
mencapai 6,23 persen, jauh di bawah pencapaian saat 2011 sebesar 6,5 persen.
Perlambatan ekonomi ini
tak lepas dari pengaruh ekonomi global di mana krisis Eropa dan Amerika membawa
imbas hingga ke negara dunia ketiga seperti Indonesia. Konsumsi dunia yang
menurun membuat kinerja ekspor nasional melambat. Kondisi Perlambatan ekonomi
sudah menimpa sejak tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi 2012 hanya mampu mencapai
6,23 persen, jauh di bawah pencapaian saat 2011 sebesar 6,5 persen.
Perlambatan ekonomi ini tak lepas dari pengaruh
ekonomi global di mana krisis Eropa dan Amerika membawa imbas hingga ke negara
dunia ketiga seperti Indonesia. Konsumsi dunia yang menurun membuat kinerja
ekspor nasional melambat.Hingga triwulan III tahun ini, ekonomi Indonesia terus
menunjukkan penurunan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III 2013 melambat
ke level 5,6 persen dibanding triwulan II 2013 yang berada di angka 5,8 persen.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengaku khawatir jika ekonomi Indonesia tumbuh
terlalu tinggi tahun ini. Menurut Chatib pertumbuhan ekonomi 5,6 persen sampai
5,9 persen adalah pertumbuhan yang normal.
Chatib khawatir jika ekonomi Indonesia tumbuh 7
persen tahun ini maka impor akan semakin membludak. "2013-2014 ekonomi
global lebih ketat. Kalau tumbuh 6 persen saya khawatir kalau kuat begitu impor
akan tinggi sekali," ucap Chatib.
Maka dari itu pemerintah merevisi turun
pertumbuhan ekonomi nasional dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Perubahan (APBNP). Pemerintah dalam APBN sebelumnya pede dengan mematok
pertumbuhan ekonomi tinggi di angka 6,8 persen. Pada akhirnya, di APBNP,
pemerintah memotong pertumbuhan menjadi hanya 6,3 persen.
Pemerintah juga menyiapkan empat paket stimulus
ekonomi untuk mengantisipasi gejolak perekonomian global. Paket stimulus ini
memiliki tujuan masing-masing yakni memperbaiki neraca transaksi berjalan dan
menjaga nilai tukar Rupiah, menjaga pertumbuhan ekonomi, menjaga daya beli
masyarakat dan tingkat inflasi, serta mempercepat investasi.
Untuk menyelaraskan,
Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK)
turut menelurkan kebijakan stimulusnya. Bank sentral menetapkan untuk terus
meningkatkan pasokan valas dan manajemen likuiditas Rupiah dengan menerbitkan
Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI). Sementara, OJK mengeluarkan paket
stimulus untuk terus menjaga harga saham.
Apa yang diinginkan pemerintah sesuai dengan apa
yang diprediksi sejumlah lembaga internasional. Bank Dunia meramalkan bahwa
ekonomi Indonesia tahun depan hanya akan tumbuh 5,3 persen. Itu lebih lambat
ketimbang perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 5,6 persen.
Alasan lembaga keuangan internasional ini
menurunkan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air, disebabkan turunnya investasi di
bidang alat berat maupun mesin-mesin. Oleh sebab itu, Kepala Perwakilan Bank
Dunia untuk Indonesia, Rodrigo Chavez, menyatakan pemerintah perlu mengeluarkan
kebijakan buat menarik investasi. Sebab, sejauh ini stimulus utama yang
menonjol berasal dari bidang moneter, misalnya kenaikan Suku Bunga Acuan (BI
Rate).
Selain itu, Indonesia juga membutuhkan reformasi
struktural untuk meningkatkan kinerja ekspor dan pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang. "Indonesia memerlukan lebih banyak investasi. Kebijakan
moneter sebaiknya tidak menjadi respon dominan," ujarnya.
Rodrigo mengingatkan bahwa tahun depan, Bank
Sentral Amerika Serikat (The Fed) hampir pasti mengurangi atau bahkan menghapus
stimulus di pasar modal sedunia. Pasar keuangan Indonesia, meski sudah bersiap-siap,
diramalkan akan mengalami periode kesulitan mencari dana eksternal.
Beruntungnya Indonesia pada tahun depan
menghadapi pemilihan umum (pemilu). Peneliti Pusat Penelitian (P2) Ekonomi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Maxensius Tri Sambodo menjelaskan
konsumsi domestik jelang pemilu masih menjadi faktor pendorong pertumbuhan
ekonomi tahun depan.
"Kita masih optimis di atas 5,5 persen bisa
kita capai, bahkan mungkin mendekati 6 persen. Kita harapkan konsumsi domestik
kita dari spending pemilu," kata Maxensius.
Menurut Maxensius, persiapan logistik jelang
pemilu selalu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di tahun pemilu, asal,
situasi keamanan kondusif.
"Tapi syaratnya itu kondusif. Karena
menjelang pemilu itu orang spending banyak ya, bikin kaos, bikin sablon,
kertas, multiplier effect nya banyak dari persiapan logistik pemilu dan itu
bisa menjadi andalan kita," tutur Maxensius.
Namun yang musti diingat, roda pertumbuhan
Indonesia disokong oleh 4 sektor utama. Meski salah satunya yakni konsumsi
domestik kuat, namun 3 lainnya yaitu ekspor, investasi, dan belanja pemerintah
tidak boleh lengah hingga dilupakan.
Apakah pemerintah bakal tetap konsisten menjaga
kinerja perekonomian menjelang pemilu ataukah justru dilupakan karena fokus
pada kepentingan partai masing-masing? Peran serta masyarakat dalam pengawasan
tentu penting ada sebelum nantinya memberikan suara.
Kesimpulan : Perlambatan ekonomi sudah menimpa sejak tahun
lalu. Pertumbuhan ekonomi 2012 hanya mampu mencapai 6,23 persen, jauh di bawah
pencapaian saat 2011 sebesar 6,5 persen. Perlambatan ekonomi ini tak lepas dari
pengaruh ekonomi global di mana krisis Eropa dan Amerika membawa imbas hingga
ke negara dunia ketiga seperti Indonesia. Konsumsi dunia yang menurun membuat
kinerja ekspor nasional melambat. Perlambatan ekonomi sudah menimpa sejak tahun
lalu. Pertumbuhan ekonomi 2012 hanya mampu mencapai 6,23 persen, jauh di bawah
pencapaian saat 2011 sebesar 6,5 persen.
Perlambatan ekonomi ini
tak lepas dari pengaruh ekonomi global di mana krisis Eropa dan Amerika membawa
imbas hingga ke negara dunia ketiga seperti Indonesia. Konsumsi dunia yang
menurun membuat kinerja ekspor nasional melambat. Selain itu, Indonesia juga
membutuhkan reformasi struktural untuk meningkatkan kinerja ekspor dan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. "Indonesia memerlukan lebih
banyak investasi. Kebijakan moneter sebaiknya tidak menjadi respon
dominan,"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar